Menjadi Kunci Kebaikan

Segala puji bagi Allah, sholawat dan salam atas Rasulullah.
Diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah bersabda:

إِنَّ مِنَ النَّاسِ مَفَاتِيحَ لِلْخَيْرِ، مَغَالِيقَ لِلشَّرِّ، وَإِنَّ مِنَ النَّاسِ مَفَاتِيحَ لِلشَّرِّ مَغَالِيقَ لِلْخَيْرِ، فَطُوبَى لِمَنْ جَعَلَ اللَّهُ مَفَاتِيحَ الْخَيْرِ عَلَى يَدَيْهِ، وَوَيْلٌ لِمَنْ جَعَلَ اللَّهُ مَفَاتِيحَ الشَّرِّ عَلَى يَدَيْهِ

Sesungguhnya ada diantara manusia (yang menjadi) kunci-kunci kebaikan dan penutup kejelekan. Dan sesungguhnya ada (juga) dari manusia (yang menjadi) kunci-kunci kejelekan dan penutup kebaikan. Beruntunglah seseorang yang Allah jadikan kunci-kunci kebaikan ditangannya dan kecelakaan bagi orang yang Allah jadikan kunci kejelekan ditangannya.”

Hadist ini diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah (no 237) dan Syaikh Albani mengatakan hadits ini hasan dengan seluruh jalan-jalannya (Lihat Silsilah Shahihah 1332). Sebuah keberuntungan yang besar bagi seorang muslim jika dirinya dapat menjadi kunci atau pintu kebaikan bagi manusia. Secara umum setiap muslim tentu berkeinginan menjadi pintu kebaikan. Ia akan mendapat pahala dan pahala orang yang melakukan kebaikan tersebut. Permasalahannya adalah bagaimana caranya??

Pada tulisan yang singkat ini saya hanya ingin menyebutkan tiga hal penting agar kita dapat menjadi kunci kebaikan bagi kaum muslimin atau masyarakat secara umum. Tiga hal ini berkaitan satu dengan yang lainnya. Tiga hal tersebut yaitu:

Pertama: Meningkatkan kapasitas dan kredibilitas
Bekal utama agar dapat menjadi kunci kebaikan adalah memiliki kapasitas (kemampuan) dan kredibilitas (القوي الأمين). Kapasitas dapat berupa kapasitas ilmiyah (yakni memiliki ilmu yang cukup), maadiyah (materi) atau ijtima’iyah (kemampuan berinteraksi dan bersosialisasi). Adapun kredibilitas dapat berupa sikap jujur, menepati janji, bijaksana, amanah dan lainnya. Dua hal ini, yaitu kapasitas dan kredibilitas adalah modal yang sangat penting agar kita dapat memiliki pengaruh dan menjadi kunci kebaikan dalam masyarakat. Jika keduanya atau salah satunya tidak ada maka akan kurang. Misal seseorang memiliki kapasitas ilmiyah (punya ilmu) tetapi tidak amanah maka tidak akan dipercaya.  Sebaliknya orang yang amanah tetapi tidak memiliki kapasitas maka akan lemah dan tidak memiliki kekuatan untuk melakukan perbaikan. Terlebih lagi jika seseorang tidak memiliki kapasitas maupun kredibilitas, bagaimana ia akan menjadi kunci kebaikan?
Untuk itu mari kita senantiasa tingkatkan kapasitas dalam diri kita baik dalam keilmuwan maupun yang lainnya. Kita juga jaga kredibilitas atau sikap amanah yang ada diri kita. Semuanya membutuhkan proses dan latihan. Rasulullah bersabda :

إنما العلم بالتعلم وإنما الحلم بالتحلم
“Sesungguhnya ilmu diraih dengan belajar dan kemurahan hati (hilm) dengan berlatih murah hati”  (HR Thabraniy dan dihasankan syaikh Albani)

Kedua: Mengambil peranan (memiliki eksistensi) dalam masyarakat
Kapasitas dan kredibilitas yang ada pada diri seseorang tidak cukup jika dia tidak mengambil peranan dalam masyarakat. Masyarakat tidak sekedar butuh orang yang baik (shalih) tetapi butuh orang yang mampu melakukan perbaikan (mushlih). Untuk melakukan perbaikan kita harus mengambil peranan sesuai kapasitas atau kemampuan kita. Peranan dapat berupa menjadi seorang ustadz atau da’I jika memiliki ilmu yang cukup. Dapat juga menjadi pengurus organisasi atau lembaga yang bermanfaat bagi umat seperti tak’mir masjid, lembaga dakwah, yayasan, sekolah dan lainnya. Bahkan kalau memiliki kekuatan tidak mengapa mengambil peranan dalam kekuasaan atau pemerintahan. Mulai dari dari tingkat yang sederhana, menjadi ketua RT/RW dan seterusnya yang lebih tinggi. Orang yang memiliki kedudukan dalam masyarakat seperti para ulama’ dan penguasa tentu memiliki pengaruh yang lebih dari orang biasa.
Mari kita berusaha mengambil peranan dalam masyarakat dan tidak sibuk dengan kepentingan diri sendiri. Tidak boleh juga kita merasa minder untuk mengambil peranan dalam masyarakat. Bukankah Allah memerintahkan kita untuk berdo’a untuk menjadi pemimpin kaum muslimin? Allah berfirman saat mensifati ibadurrahman :

وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَاماً

Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. (QS Al Furqan: 74)

Ketiga: Memberikan kontribusi (manfaat) bagi orang lain
Ilmu yang tinggi, harta yang berlimpah atau jabatan yang mentereng tidak ada artinya tanpa sebuah kontribusi yang nyata. Kontribusi ini yang paling penting karena itu yang bermanfaat bagi kaum muslimin atau masyarakat secara umum. Kontribusi dapat berupa ilmu atau pikiran, harta, tenaga dan lainnya. Manusia yang terbaik bukan yang paling pandai, paling kaya atau paling tinggi jabatannya. Manusia yang terbaik adalah yang paling bermanfaat bagi yang  lainnya. Rasulullah bersabda :

خير الناس أنفعهم للناس
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat untuk manusia.” [HR Thabraniy dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani  dalam Ash-Shahihah (no 426)]

Sekian diantara hal yang harus kita perhatikan agar kita dapat menjadi kunci kebaikan bagi manusia. Tentu masih hal lainnya yang perlu kita perhatikan seperti mengikhlaskan niat, memperbanyak do’a dan lainnya.

Abu Zakariya Sutrisno.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Motivasi Praktis Menghafal Al-Qur'an

Kegiatan Dauroh Bahasa Arab Untuk Meningkatkan Kemampuan Bahasa Arab Santri

PROPOSAL BANTUAN UNTUK PEMBANGUNAN LANJUTAN ASRAMA SANTRI