Khazanah Islam Tentang Belajar Dari Kegigihan Ibnu Hajar Dalam Menuntut Ilmu
Gigih dalam Mencari Ilmu
Ibnu Hajar tumbuh dan besar sebagai anak yatim, ayah beliau
meninggal ketika ia berumur 4 tahun dan ibunya meninggal ketika ia masih
balita. Ayah beliau meninggal pada bulan rajab 777 H. Setelah berhaji dan
mengunjungi Baitulmaqdis dan tinggal di dua tempat tersebut. Waktu itu Ibnu
Hajar ikut bersama ayahnya. Setelah ayahnya meninggal beliau ikut dan diasuh
oleh Az-Zaki Al-Kharubi (kakak tertua ibnu Hajar) sampai sang pengasuh
meninggal. Hal itu karena sebelum meninggal, sang ayah berwasiat kepada anak tertuanya
yaitu saudagar kaya bernama Abu Bakar Muhammad bin Ali bin Ahmad Al-Kharubi
(wafat tahun 787 H.) untuk menanggung dan membantu adik-adiknya. Begitu juga
sang ayah berwasiat kepada syaikh Syamsuddin Ibnu Al-Qaththan (wafat tahun 813
H.) karena kedekatannya dengan Ibnu Hajar kecil.
Ibnu Hajar tumbuh dan besar sebagai anak yatim piatu yang menjaga
iffah (menjaga diri dari dosa), sangat berhati-hati, dan mandiri dibawah
kepengasuhan kedua orang tersebut. Zaakiyuddin Abu Bakar Al-Kharubi memberikan
perhatian yang luar biasa dalam memelihara dan memperhatikan serta mengajari
beliau. Dia selalu membawa Ibnu Hajar ketika mengunjungi dan tinggal di Makkah
hingga ia meninggal dunia tahun 787 H.
Pada usia lima tahun Ibnu Hajar masuk Al-Maktab (semacam TPA
sekarang) untuk menghafal Alquran, di sana ada seorang guru yang bernama
Syamsuddin bin Al-Alaf yang saat itu menjadi gubernur Mesir dan juga Syamsuddin
Al-Athrusy. Akan tetapi, ibnu Hajar belum berhasil menghafal Alquran sampai
beliau diajar oleh seorang ahli fakih dan pengajar sejati yaitu Shadruddin
Muhammad bin Muhammad bin Abdurrazaq As-Safthi Al Muqri’. Kepada beliau inilah
akhirnya ibnu Hajar dapat mengkhatamkan hafalan Alqurannya ketika berumur
sembilan tahun.
Ketika Ibnu Hajar berumur 12 tahun ia ditunjuk sebagai imam shalat
Tarawih di Masjidil Haram pada tahun 785 H. Ketika sang pengasuh berhaji pada
tahun 784 H. Ibnu Hajar menyertainya sampai tahun 786 H. hingga kembali bersama
Al-Kharubi ke Mesir. Setelah kembali ke Mesir pada tahun 786 H. Ibnu Hajar benar-benar
bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, hingga ia hafal beberapa kitab-kitab
induk seperti Al-‘Umdah Al-Ahkaam karya Abdulghani Al-Maqdisi, Al-Alfiyah fi
Ulum Al-Hadits karya guru beliau Al-Haafizh Al-Iraqi, Al-Haawi Ash-Shaghi karya
Al-Qazwinir, Mukhtashar ibnu Al-Haajib fi Al-Ushul dan Mulhatu Al-I’rob serta
yang lainnya.
Pertama kali ia diberikan kesenangan meneliti kitab-kitab sejarah
(tarikh) lalu banyak hafal nama-nama perawi dan keadaannya. Kemudian meneliti
bidang sastra Arab dari tahun 792 H. dan menjadi pakar dalam syair. Kemudian diberi kesenangan menuntut hadits dan dimulai sejak tahun
793 H. namun beliau belum konsentrasi penuh dalam ilmu ini kecuali pada tahun
796 H. Diwaktu itulah beliau konsentrasi penuh untuk mencari hadits dan ilmunya.
Saat ketidakpuasan dengan apa yang didapatkan akhirnya Ibnu Hajar
bertemu dengan Al-Hafizh Al-Iraqi yaitu seorang syaikh besar yang terkenal
sebagai ahli fikih, orang yang paling tahu tentang madzhab Syafi’i. Disamping
itu ia seorang yang sempurna dalam penguasaan tafsir, hadist dan bahasa Arab.
Ibnu Hajar menyertai sang guru selama sepuluh tahun. Dan dalam sepuluh tahun
ini Ibnu Hajar menyelinginya dengan perjalanan ke Syam dan yang lainnya.
Ditangan syaikh inilah Ibnu Hajar berkembang menjadi seorang ulama sejati dan
menjadi orang pertama yang diberi izin Al-Iraqi untuk mengajarkan hadits. Sang
guru memberikan gelar Ibnu Hajar dengan Al-Hafizh dan sangat dimuliakannya.
Adapun setelah sang guru meninggal dia belajar dengan guru kedua yaitu Nuruddin
Al-Haitsami, ada juga guru lain beliau yaitu Imam Muhibbuddin Muhammad bin
Yahya bin Al-Wahdawaih melihat keseriusan Ibnu Hajar dalam mempelajari hadits,
ia memberi saran untuk perlu juga mempelajari fikih karena orang akan
membutuhkan ilmu itu dan menurut prediksinya ulama didaerah tersebut akan habis
sehingga Ibnu Hajar amat diperlukan.
Imam Ibnu Hajar juga melakukan rihlah (perjalanan tholabul ilmi) ke
negeri Syam, Hijaz dan Yaman dan ilmunya matang dalam usia muda himgga
mayoritas ulama dizaman beliau mengizinkan beliau untuk berfatwa dan mengajar. Beliau mengajar di Markaz Ilmiah yang banyak diantaranya mengajar
tafsir di Al-madrasah Al-Husainiyah dan Al-Manshuriyah, mengajar hadits di
Madaaris Al-Babrisiyah, Az-Zainiyah dan Asy-Syaikhuniyah dan lainnya. Membuka
majlis Tasmi’ Al-hadits di Al-Mahmudiyah serta mengajarkan fikih di
Al-Muayyudiyah dan selainnya. Beliau juga memegang masyikhakh (semacam kepala para Syeikh) di
Al-Madrasah Al-Baibrisiyah dan madrasah lainnya (Lihat Ad-Dhau’ Al-Laami’
2/39).
Ibnu Hajar dapat menjadi teladan bagi kita dan anak-anak kita dalam
hal menuntut ilmu. Tidak puas dengan satu guru bahkan dalam satu kota, ia ber-safar untuk
mendapatkan ilmu serta tekun dalam belajar. Kisah Ibnu Hajar serta ulama lain
dapat menjadi semangat bagi kita, bagaimana perjuangan mereka dalam belajar
sehingga Allah merahmatinya dengan ilmu yang bermanfaat, kitab-kitabnya telah
dibaca banyak orang.
(w/kisahmuslim/wikipedia)
Komentar
Posting Komentar